EmpatSekawan
Hiking untuk pengalaman baru,dan pertama kali di mulai dari Sibayak yang terkenal medan dan rute yang sangat lumayan untuk pemula, hari itu Jumat siang sepulang sekolah, aku teguh ferdi dedek dan kahar ngumpul di stasiun bus yang kami janjikan bagpaker seperti mau pindah rumah jadi pemandangan dan isi bahan cerita selama di perjalanan. "ini tas atau kasur lipat siih?? gede banget" sental kahar menepuk salah satu tas bawaan dari kami yang besarnya seperti kasur bayi jaman dulu yang harus di jemur setiap seminggu sekali "seloo broh itu isinya cuma matras sarung tidur baju ganti sama empat potong jaket" senyum teguh penuh rasa penuh keyakinan, biar pun termasuk cowok yang simple dan cuek dia paling perhatian masalah persiapan matang.sepanjang perjalanan mereka masih mempermasalahkan isi tas Teguh yang lebih banyak jaket dari pada baju ganti dan perlengkapan lainnya, kecuali aku yang hanya jadi penonton melihat tingkah dan obrolan mereka senyum kecil sesekali melihat tas teguh dalam diam "aku nggak bawa jaket"
Setengah perjalanan agak hening karena ada beberapa dari kami mulai tertidur, kecuali aku dan teguh, sesekali meliahat keluar jendela sambil menyetel lagu dari Handphone melalui earphone yang kami kaitkan di masing masing sebelah telinga kami, aku melipat tanganku selaras semakin dinginnya cuaca "kenapa ente ??" refleks sergap teguh yang melihat terheran "dingin guuh" "nggak bawa jaket??" "bawa, tapi cuma satu yang aku pakai ini aja" "yaudah ntar yaa..." sigap di rogohnya tas besarnya dan ternyata dia mengambil dua jaketnya yang lumayan tebal dan terlihat hangat. "nih pake jangan protes". Heran, iya aku heran melihat salah satu jaket dari dua jaket yang di berinya "kenapa diam?? ayo pakai nanti dingin lhoo" "ini jaket ente nggak salah?? kook chelsea?? bukannya suka MU ya??" " kok malah bahas bordir jaker ku siih?! pakai dong, sukur juga di pinjamin" tanpa pikir panjang ku terima "thank's yaa" "makanya lain kali kalau tau mau kepuncak, bawa jaket minimal tiga, ni cuma bawa satu berasa hebat banget" aku cuma diam kesel mendengarkan pria jangkung di sebelahku berbicara yang menurutku tak penting.
Lima jam berlalu dan alhamdulillah sampai di tempat titik kami untuk berkemah dan bermalam, berbekal alat seadanya dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia dari alam, malam itu semua terasa hangat, api unggun yang tak pernah padam sampai matahari berganti bulan berteman bintang. Malam itu pukul 21:00 kami bernyanyi berbagi cerita apa saja, mulai dari yang serius sampai yang ngelantur, di titik yang sama teguh tetap cuek memilih menyendiri bermain gitar sambil makan telur yang di rebusnya di kawah belerang, pemandangan tak asing bagi kami yang hanya memilih menghabiskan waktu duduk di depan api sampai larut pukul 00:00. Dedek yang lebih memilih untuk tidur di susul oleh kahar yang lelah karena show dadakan di atas Sibayak. Hanya tinggal aku dan teguh yang lebih memilih tiduran di luar beralaskan matras dan tikar melihat bintang yang tak pernah kami lihat di kota. "nice" suara bisik itu membuatku angguk setuju "aku nggak nyangka kenapa orang orang di kota nggak mengagumi bintang yang banyak ini.." suara itu terputus lagi. "masih dingin??" suara itu bertanya, "kenapa?" "nggak apa apa, cuma mastiin aja, karna aku nggak mau sahabat terbaikku sakit di moment seperti ini, kan sayang banget, bisa bisa aku nanti kepikiran dan nggak konsen belajar disana..." "di sana?? di mana??" "Bandung, aku pengen jadi pilot sesuai cita citaku, aku uadah janji sama almarhumah mama".
Beberapa menit keadaan hening,"jadi.." aku memulai "ini perpisahan??" tundukkan kepala sembunyikan muka,"it's not the end, ini baru di mulai, kan ada sosial media, jadi kita tetap akrab terus kaya' gini, ini semua demi mama, aku udah janji" senyum itu lama tak kulihat semenjak mamanya pergi ke rumah NYA, "kapan balik?" "nggak lama kook, lima tahun lagi, dan di saat itu kita harus sukses". pelukan persahabatan dan ikrar itu di saksikan bintang bintang Sibayak.
Sabtu pagi 07:00 semua seperti simsalabim teguh yang semalam berubah seberti bocah dapat rangking 1+ , dingin pagi itu berhasil di kalahkannya dengan satu maksud tertentu "lima tahun lagi kita harus sukses" kalimat itu terpancar jelas dari setiap senyuman yang sengaja kami abadikan dengan camera DSLR teguh sampai tiba waktunya pulang ke Medan, hingga esok Minggu langkah pertama kami di mulai empat sekawan ini berpelukan di lobby melepas kenangan lalu menuju kedepan hari. Sampai lambaian tangan mengiringi perginya sahabat terhebat menjemput cita cita, sampai jumpa lima tahun lagi teman.:)
*EmpatSekawan